DAERAH

Rumah Adat Gonggor Diresmikan Lewat Ritual Roko Molas Poco, Wujud Sinergi PLN dan Masyarakat Adat

×

Rumah Adat Gonggor Diresmikan Lewat Ritual Roko Molas Poco, Wujud Sinergi PLN dan Masyarakat Adat

Sebarkan artikel ini

Manggarai, AntarNews.net- Rumah Adat Gonggor akhirnya diresmikan melalui ritual adat Roko Molas Poco sebagai wujud sinergi antara PT PLN (Persero) Unit Induk Pembangunan Nusa Tenggara (UIP Nusra) dan masyarakat adat setempat.

Peresmian tersebut berlangsung di Gendang Gonggor, Desa Wewo, Kecamatan Satar Mese, Kabupaten Manggarai, Senin (15/12/2025).

Ritual adat yang berlangsung khidmat ini menjadi simbol penghormatan terhadap leluhur sekaligus menegaskan pentingnya pelestarian budaya lokal di tengah pembangunan infrastruktur energi.

Kehadiran PLN dalam prosesi adat tersebut mencerminkan komitmen untuk menghormati nilai-nilai budaya dan kearifan lokal masyarakat setempat.

Ritual Roko Molas Poco diawali dengan pengambilan kayu utama dari hutan adat yang kemudian diarak menuju lokasi rumah adat dengan iringan gong dan gendang.

Kayu tersebut dimaknai sebagai “molas” atau gadis yang dihormati, melambangkan kehidupan, kesuburan, dan restu leluhur bagi rumah adat yang akan digunakan sebagai pusat aktivitas adat dan sosial masyarakat Gonggor.

Tua Gendang Gonggor, Stefanus Angkut, menyampaikan apresiasi dan terima kasih kepada PLN UIP Nusra atas dukungan nyata dalam menjaga dan melestarikan warisan budaya Manggarai.

“Keberadaan Rumah Adat Gonggor memiliki nilai penting sebagai tempat musyawarah adat, pelaksanaan ritus tradisional, serta penguatan identitas budaya generasi yang akan datang,” katanya.

“Kami juga berharap kolaborasi antara PLN dan masyarakat adat dapat terus terjalin, tidak hanya dalam bidang budaya, tetapi juga dalam mendukung pembangunan sosial dan ekonomi di wilayah tersebut,” tutupnya.

Sementara Kepala Desa Wewo, Laurensius Langgut menyampaikan bahwa, kegiatan Roko Molas Poco di Gendang Gonggor merupakan rangkaian adat yang tidak terpisahkan dari proses terwujudnya sebuah Rumah Gendang.

“Ritual ini memiliki makna mendalam dalam tradisi masyarakat adat, khususnya terkait penamaan kayu yang disebut Molas Poco,” katanya.

Laurensius juga menambahkan bahwa, makna filosofisnya mungkin dapat dijelaskan lebih mendalam oleh para tetua adat dan pihak yang lebih memahami secara adat-istiadat.

“Melalui momentum bersejarah ini, kami menyampaikan ucapan terima kasih yang tulus atas kehadiran dan partisipasi kita semua yang telah bersama-sama memeriahkan dan menyukseskan acara ini,” ujarnya.

Sementara pantauan media ini, masyarakat Gonggor menyambut peresmian rumah adat tersebut dengan penuh sukacita.

Sedangkan perwakilan PLN Uip Nusra, Roya Ginting, menyampaikan bahwa, kehadiran PLN di kegiatan Roko Molas Poco di Gendang Gonggor hari ini merupakan bentuk penghormatan terhadap proses adat yang dijalankan oleh masyarakat.

“Sebagai tim di lapangan, kami melihat bahwa pembangunan panas bumi tidak bisa dilepaskan dari ruang hidup, nilai budaya, dan sejarah masyarakat yang sudah ada jauh sebelum proyek ini berjalan,” katanya.

Roya juga mengatakan bahwa, Roko Molas Poco memiliki filosofi menata dan menyelaraskan kembali hubungan antara manusia, alam, dan leluhur sebelum sebuah pembangunan dilanjutkan.

Filosofi ini sejalan dengan prinsip kami dalam mengembangkan PLTP Ulumbu Unit 5–6, yaitu memastikan pemanfaatan energi panas bumi berjalan secara bertanggung jawab, selaras dengan alam, serta menghormati nilai adat dan kearifan lokal.

Ia juga menjelaskan bahwa, dalam konteks pembangunan Rumah Adat Gendang Gonggor yang lokasinya berdampingan langsung dengan area panas bumi, PLN melalui program TJSL memberikan dukungan sebagai bentuk perhatian terhadap keberlanjutan sosial dan budaya masyarakat.

“Rumah gendang bagi kami bukan sekadar bangunan fisik, tetapi pusat musyawarah, pengambilan keputusan adat, serta simbol identitas dan persatuan masyarakat,” katanya.

“Sebagai tim pelaksana di lapangan, kami terus menjaga komunikasi dan pendampingan agar proses pembangunan PLTP Ulumbu dapat berjalan berdampingan dengan kehidupan masyarakat, tanpa saling meniadakan. Prinsipnya, pembangunan energi harus memberi manfaat bersama, sekaligus menjaga keseimbangan sosial dan budaya di Desa Wewo dan sekitarnya,” tutupnya.***